PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA
DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN
A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagai pengganti Undang-Undang
Nomor 62 Tahun 1958 telah diundangkan dan diberlakukan pada tanggal 1 Agustus
2006. Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tersebut secara filosofis, yuridis dan
sosiologis sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan
ketatanegaraan Republik Indonesia.
Secara filosofis, Undang-undang
tersebut masih mengandung ketentuan-ketentuan yang belum sejalan dengan
falsafah Pancasila, antara lain, karena sifat diskriminatif, kurang menjamin
pemenuhan hak asasi dan persamaan antara warganegara serta kurang memberikan
perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.
Secara yuridis, landasan
konstitusional pembentukan Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Dasar
Sementara Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959
yang menyatakan kembali kepada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945. Dalam perkembangannya, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 telah 4 (empat) kali mengalami perubahan yang lebih menjamin
perlindungan terhadap hak asasi manusia dan hak warga negara.
Secara sosiologis, Undang-undang
tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam pergaulan global
yang menghendaki adanya persamaan perlakuan hukum serta adanya kesetaraan dan
keadilan gender.
Undang-Undang Kewarganegaraan
Republik Indonesia yang baru merupakan karya monumental bangsa Indonesia yang
secara mendasar telah merubah paradigma bangsa Indonesia dalam memandang
masalah kewarganegaraan dengan menghilangkan sifat diskriminasi yang merupakan
warisan pemerintah kolonial di masa lalu dan memberikan perlindungan semaksimal
mungkin terhadap warga negara Indonesia.
I.
|
ASAS-ASAS
|
|
|
||
A.
|
Asas-asas Umum
|
|
|
|
|
1.
|
Ius Sanguinis (law of the blood), yaitu
asas yang menentukan kewarganegaraan sesorang berdasarkan keturunan dan bukan
berdasarkan negara tempat kelahiran..
|
|
2.
|
Ius Soli (law of the soil) secara
terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan berdasarkan negara
tempat kelahiran, yang terbatas untuk anak-anak.
|
|
3.
|
Kewarganegaraan Tunggal, yaitu asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang.
|
|
4.
|
Kewarganegaraan Ganda Terbatas, yaitu asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda secara terbatas bagi anak-anak sampai dengan usia 18
(delapan belas) tahun.
|
|
|
|
|
B.
|
Asas-asas Khusus
|
|
1.
|
Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan
bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia,
yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang
memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.
|
|
2.
|
Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan
bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga
negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri.
|
|
3.
|
Asas persamaan di dalam hukum dan
pemerintahan adalah
asas yang menentukan bahwa setiap warga negara Indonesia mendapatkan
perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
|
|
4.
|
Asas kebenaran substantif adalah prosedur
pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga
disertai substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
|
|
5.
|
Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak
membedakan perlakuan dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga
negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin atau gender.
|
|
6.
|
Asas pengakuan dan penghormatan terhadap
hak asasi manusia adalah asas yang segala hal ikhwal yang
berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi dan memuliakan hak
asasi manusia pada umumnya serta hak warga negara pada khususnya.
|
|
7.
|
Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan
bahwa dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus
dilakukan secara terbuka.
|
|
8.
|
Asas publisitas adalah asas yang menentukan
bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan Republik
Indonesia diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia agar masyarakat
mengetahuinya.
|
III.
|
WNI adalah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia adalah :
|
|
|
Salah
satu institusi yang melaksanakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Peraturan
Pelaksanaannya adalah Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Dalam
pelaksanannya Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri menghadapi sejumlah
permasalahan, maka dipandang perlu untuk disusun satu pedoman untuk menyamakan
persepsi dan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya.
II. Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia
Warga Negara Indonesia dengan sendirinya kehilangan
kewarganegaraannya karena:
1.
Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
2.
Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain,
sedangkan orang yang bersangkutan mendapatkan kesempatan untuk itu;
3.
Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonan
sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
kawin, bertempat tinggal di luar negeri dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan
Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
4.
Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari
Presiden;
5.
Secara sukarela masuk dalam dinas tentara asing, yang jabatan
dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
6.
Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia
kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
7.
Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang
bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
8.
Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing
atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih
berlaku dari negara lain atas namanya; atau
9.
Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama
5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang
sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI
sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun
berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi
WNI kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah
memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang
bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
III. Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia atau biasa
disingkat SBKRI adalah kartu identitas yang menyatakan bahwa
pemiliknya adalah warganegara Republik Indonesia. Walaupun demikian, SBKRI
hanya diberikan kepada warganegara Indonesia keturunan, terutama keturunan Tionghoa. Kepemilikan SBKRI adalah salah satu syarat
yang harus dipenuhi seseorang untuk mengurus berbagai keperluan, seperti kartu
tanda penduduk (KTP), memasuki dunia pendidikan, permohonan paspor, pendaftaran Pemilihan Umum, sampai menikah dan meninggal dunia dan lain-lain. Hal ini
dianggap oleh banyak pihak sebagai perlakuan diskriminatif dan sejak Orde Reformasi telah dihapuskan, walaupun dalam praktiknya masih diterapkan
di berbagai daerah.
Sejarah
Dasar hukum SBKRI adalah Undang-Undang no.
62 tahun 1958 tentang
"Kewarga-negaraan Republik Indonesia" yang dikeluarkan olehMenteri Kehakiman G.A. Maengkom dan disahkan oleh
Presiden Soekarno.
Salah satu alasan utama yang selalu dikemukakan
adalah bahwa kebijakan SBKRI merupakan konsekuensi dari klaim politik
pemerintahan Mao Zedong bahwa semua orang Tionghoa di seluruh dunia termasuk
Indonesia adalah warga negara Republik Rakyat Cinakarena asas ius sanguinis (keturunan darah). Kebijaksanaan itu
kemudian ditindaklanjuti dengan Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan RI-RRT
antara Chou En Lai dan Mr. Soenario pada 1955.
Dalam Pasal 12 Bab II Peraturan
Pemerintah No 20/1959 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Persetujuan
Antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok disebutkan bahwa ada
berbagai kelompok WNI yang dikelompokkan sebagai WNI tunggal atau mereka yang
tidak diperkenankan untuk memilih kewarganegaraan RI-RRT dan tetap menjadi WNI,
yaitu untuk mereka yang berstatus misalnya tentara, veteran, pegawai
pemerintah, yang pernah membela nama Republik Indonesia di dunia Internasional,
petani atau bahkan secara implisit mereka yang sudah pernah ikut Pemilu
1955. Tapi peraturan ini
tidak dilaksanakan dan tetap saja perjanjian dwikewarganegaraan dengan
kewajiban memilih kewarganegaraan RI atau RRT diterapkan kepada mereka.
Perjanjian Dwikewarganegaraan RI-RRT
ini yang dituangkan dalam UU No 2/1958 pada tanggal 11 Januari 1958 dan
diimplementasikan dengan PP No 20/1959 dengan masa opsi 20 Januari 1960 hingga
20 Januari 1962, sudah menyelesaikan permasalahan dwikewarganegaraan RI-RRT.
Dengan demikian, setelah perjanjian dwikewarganegaraan tersebut dibatalkan pada
10 April 1969 dengan UU No 4/1969, permasalahan status WNI Tionghoa sudah
terselesaikan dan anak-anak WNI Tionghoa yang lahir setelah tanggal 20 Januari
1962 sudah menjadi WNI tunggal, yang setelah dewasa tidak diperbolehkan lagi
untuk memilih kewarganegaraan lain-selain kewarganegaraan Indonesia (Penjelasan
Umum UU No 4/1969) dan tidak perlu lagi membuktikan kewarganegaraan dengan
SBKRI.
Kronologi
1946 - Indonesia pada tahun 1946 telah jelas mengundangkan bahwa
Indonesia menganut azas ius soli. Siapa saja yang lahir
di Indonesia adalah warga negara Indonesia. Dengan demikian, secara otomatis, orang
Tionghoa yang ada di Indonesia sejak Proklamasi 1945 adalah WNI suku Tionghoa.
1949 - Belanda mengharuskan Indonesia mendasarkan peraturan
kewarganegaraannya ke zaman kolonial bila ingin mendapat pengakuan kedaulatan
dari Belanda. Orang Tionghoa di Indonesia kembali diharuskan memilih ingin jadi
WNI atau tidak.
1955 - Perjanjian Dwi
Kewarganegaraan antara RRC dan Indonesia ditandatangani. Karena ada klaim
dari Mao Zedong bahwa RRC menganut azas ius sanguinis, siapa yang lahir membawa marga Tionghoa (keturunan dari
laki-laki Tionghoa) maka ia otomatis menjadi warga negara Tiongkok. (Hal ini
merupakan alasan politik untuk menggalang dukungan dari kalangan Tionghoa
perantauan seperti yang dilakukan oleh ROC Taiwan (nasionalis)). Di KAA
Bandung, Zhou Enlai menyatakan bahwa keturunan Tionghoa di Indonesia berutang
kesetiaan pada negara leluhur. Mao di satu pihak meluncurkan kebijakan ini,
namun di lain pihak merasa keturunan Tionghoa di luar negeri adalah masih
memihak kepada ROC yang nasionalis.
1958 - Perjanjian dituangkan dalam UU, menegaskan bahwa orang
Tionghoa di Indonesia kembali diperbolehkan memilih kewarganegaraan Tiongkok
atau Indonesia. Batas waktu pemilihan sampai pada tahun 1962. Yang memilih
menjadi WNI tunggal harus menyatakan diri melepaskan kewarganegaraan Tiongkok.
1969 - Perjanjian Dwi Kewarganegaraan dibatalkan. Yang memegang
surat pernyataan Dwi Kewarganegaraan menjadi stateless (tidak
memiliki kewarganegaraan) bila tidak menyatakan keinginan menjadi WNI.
1978 - Peraturan Menteri Kehakiman mewajibkan SBKRI bagi warga
Tionghoa.
1983 - Keputusan Menteri Kehakiman , menegaskan bahwa SBKRI hanya
wajib bagi mereka yang mengambil surat pernyataan Dwi Kewarganegaraan lalu
menyatakan keinginan menjadi WNI. Jadi bagi WNI tunggal dan keturunannya (yang
telah menyatakan menjadi WNI tunggal sebelum tahun 1962 dan yang keturunan
mereka, serta semua orang Tionghoa yang lahir setelah tahun 1962) tidak
diperlukan SBKRI.
1992 - Keputusan Menteri Kehakiman , menegaskan bahwa anak2
keturunan dari orang Tionghoa pemegang SBKRI cukup menyertakan SBKRI orang tua
sebagai bukti mereka adalah WNI.
1996 - Penyertaan SBKRI tidak diberlakukan lagi atas Keputusan
Presiden. Namun tidak banyak yang tahu karena kurangnya sosialisasi.
era Reformasi
1999 - Keputusan Presiden tahun 1996 itu diperkuat sekali lagi
dengan Instruksi Presiden tahun 1999.
Perkembangan terakhir
Pada tanggal 8 Juli 1996, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan
Presiden (Keppres) Nomor 56 Tahun 1996 tentang Bukti Kewarganegaraan Republik
Indonesia.
Di pasal 4 butir 2 berbunyi, "Bagi warga negara Republik
Indonesia yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Kartu Keluarga
(KK), atau Akte Kelahiran, pemenuhan kebutuhan persyaratan untuk kepentingan
tertentu tersebut cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Keluarga
(KK), atau Akte Kelahiran tersebut."
Sedangkan pasal 5 berbunyi, "Dengan berlakunya Keputusan
Presiden ini, maka segala peraturan perundang-undangan yang untuk kepentingan tertentu
mempersyaratkan SBKRI, dinyatakan tidak berlaku lagi."
Pada 1999, dikeluarkan Instruksi Presiden No 4/1999 tentang Pelaksanaan
Keputusan Presiden No 56/1996 yang menginstruksikan tidak berlakunya SBKRI bagi
etnis Tionghoa yang sudah menjadi WNI.
Namun sebenarnya, praktik persyaratan SBKRI masih tetap ada di
birokrasi pemerintahan karena kurangnya sosialisasi pemberlakuan Keppres ini
dan juga karena lemahnya sistem hukum Indonesia yang menyebabkan peraturan
perundang-undangan dapat begitu saja diabaikan.
IV. Persamaan Kedudukan Warga Negara
A.Kewarganegaraan Republik Indonesia
1.Rakyat
dalam Suatu Negara
Rakyat di dalam suatu Negara meliputi semua orang yang
bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaanNegara dan tunduk pada kekuasaan
Negara itu. Awalnya rakyat di dalam suatu Negara hanya terdiri dariorang-orang
dari satu keturunan yang berasal dari satu nenek moyang yang masih memiliki
hubunganpertalian darah. Namun dalam perkembangan berikutnya, banyak pula
pendatang yang berasal dari nenekmoyang berbeda.dalam perkembangan dewasa ini,
factor tempat tinggal bersama ikut menentukan apakah seseorangtermasuk dalam
pengertian rakyat suatu Negara. Adadpun rakyat di dalam suatu Negara dapat
dibedakansebagai berikut :
a.Berdasarkan hubungannya dengan daerah tertentu
di dalam suatu Negara, rakyat dapat dibedakanmenjadi penduduk dan
bukan penduduk.
Penduduk adalah mereka yang bertempat tinggal atatu berdomisili
didalam suatu wilayah Negara(menetap) untuk jangka waktu yang lama. Secara
sosiologis
, penduduk adalah semua orang yangpada suatu waktu mendiami
wolayah Negara. Biasanya, penduduk adalah mereka yang lahir secaraturun-temurun
dan besar didalam suatu Negara.
Bukan Penduduk adalah mereka yang berada didalam suatu wilayah
Negara hanya untuk
sementara waktu (tidak menetap). Contoh : para turis mancanegara
atau tamu-tamu instansitertentu didalam suatu Negara.
b.Berdasarkan hubungan dengan pemerintah negaranya, rakyat
dibedakan menjadi warga Negara danbukan warga Negara. Warga Negara adalah
mereka yang berdasarkan hukum tertentu merupakan anggota dari suatuNegara,
dengan status kewarganegaraan warga Negara asli atau warga Negara keturunan
asing.Warga Negara juga dapat diperoleh berdasarkan suatu undang-undang atau
perjanjian yang diakuisebagai warga Negara (melalui proses naturalisasi)
Bukan Warga Negara (orang asing) adalah mereka yang berada pada
suatu Negara tetapi secarahukum tidak menjadi anggota Negara yang bersangkutan,
namun tunduk pada pemerintah di manamereka berada. Contoh : Duta besar,
konsuler, kontraktor asing, dan sebagaiya.Warga Negara dan bukan yang memiliki
hak dan kewajiban yang berbeda. Contoh : warga Negaradapat memiliki tanah atau
mengikuti pemilu, suatu hak yang tidak dimiliki oleh orang yang bukan
wargaNegara.
2. Asas
Kewarganegaraan
Dalam menentukan status kewarganegaraan, system yang lazim
digunakan adalah setsel aktif danpasif. Menurut setsel aktif, seseorang akan
menjadi warga Negara suatu Negara dengan melakukantindakan-tindakan hukum
tertentu secara aktif. Sedangkan menurut setsel pasif, seseorang
dengansendirinya menjadi warga Negara tanpa harus melakukan tindakan hukum
tertentu.Sedangkan penentuan Kewarganegaraan dapat dibedakan menurut asas ius
sanguinis dan asas ius adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang
menurut daerah atau Negaratempat dimana ia dilahirkan.
b.Ius sanguinis
adalah asas yang menetukan kewarganegaraan seseorang menurut
pertalian darah atauketurunan dari orang yang bersangkutan. Jadi, yang
menentukan kewarganegaraan seseorang ialahkewarganegaraan orang tuanya, dengan
tidak mengidahkan dimana ia sendiri dan orang tuanyaberada dan
dilahirkan.Adanya perbedaan dalam menentukan kewarganegaraan di beberapa
Negara, baik yang menerapkanasas ius soli dan ius sanguinis, bisa menimbulkan
dua kemungkinan, yaitu apatride dan bipatride.
a.Apatride adalah adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak
mempunyai kewarganegaran.
b.Bipatride adalah adanya seseorang penduduk yang mempunyai dua
macam kewarganegaraansekaligus.
3. Penduduk
dan Warga Negara Indonesia
Rakyat sebagai penghuni negara mempunyai peranan penting dalam
merencanakan, mengelola danmewujudkan tujuan negara. Keberadaan rakyat yang
menjadi penduduk maupun warga negara secarakonstitusional tercantum
dalam pasal 26 Undang-undang Dasar 1945 perihal warga negara
danPenduduk.
a.Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yangdisahkan dengan Undang-Undang
sebagai warga Negara.b.
Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertenpat tinggal di Indonesia.c.
Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
Undang-Undang.Berikut ini adalah yang menjadi warga negara Indonesia
berdasarkan peraturan perundanganyang pernah berlaku di Indonesia.
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1946 :
a.Penduduk asli dalam daerah RI, termasuk anak-anak dari penduduk
asli itu.b.
Istri seorang warga negarac.
Keturunan dari seorang warga negara yang kawin dengan wanita
warga negara asingd.
Anak yang lahir dalam daerah RI yang oleh orang tuanya tudak
diketahui dengan cara yang sahe.
Anak-anak yang lahir dalam waktu 300 hari setelah ayahnya,
yang mempunyai kewargangaraanIndonesia, meninggal.f.
Masuk menjadi warga negara Indonesia dengan jalan
pewarganegaraan (naturalisasi).
2.Hasil konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949
a. Penduduk asli Indonesia, yaitu mereka yang dahulu termasuk
golongan bumiputera dankedududkan di wilayah RI. apabila mereka lahir di kuar
Indonesia dan bertempat tinggal di negeriBelanda atau di luar daerah peserta
Uni (Indonesia-Belanda) maka mereka berhak memilihKewarganegaraan Belanda dalam
waktu dua tahun setelah tanggal 27 Desember 1949.b.
Orang Indonesia, kawula negara Nelanda, yang bertempat
tinggal di Suriname atau Antilen (koloniBelanda). Akan tetapi, jika mereka
lahir di luar Kerajaan Belanda,mereka berhak memilikikewarganegaraan Belanda
dalam waktu dua tahun setelah tanggal 27 Desember 1949.
Orang Cinadan Arab yang lahir di Indonesia atau sedikitnya bertempat
tinggal enam bulan diwilayah RI dan dalam waktu dua tahun sesudah tanggal 27
Desenber 1949 menyatakan memilihmenjadi warga negara Indonesia.d.
Orang Belanda yang dilahirkan di wilayah RI atau sedikitnya
bertempattinggal enam bulan diwilayah RI dan yang dalam waktu dua tahun sesudah
tanggal 27 Desember 1949 menyatakanmemilih warga negara Indonesia.e.
Orang Asing (Kawula negara Belanda) bukan orang belanda yang
lahir di Indonesia dan bertempattinggal di RI, dan yang dalam waktu dua tahun
sesudah tanggal 27 Desember 1949 tidak menolakkewarganegaraan Indonesia.
3.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 62 tahun 1958
a.Mereka telah menjadi warga negara berdasarkan
UU/Pertauran?Perjanjian yang berlaku surutb.
Mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang diterapkan
dalam UU No. 62 tahun 1958, yakniseperti berikut :Pada waktu lahirnya mempunyai
hubungan kekeluargaan dengan seorang warga negaraIndonesia (misalnya, ayahnya
WNI)Lahir dalm waktu 300 hari, setelah ayahnya meninggal dunia dan ayah itu
pada waktu meninggaldunia adalah warga negara RI.Lahir dalam wilayah RI selama
orang tuanya tidak diketahuiMemperoleh kewarganegaraan RI menurut UU No. 62
tahun 1958
4.Undang-Undang
Kewarganegaraan Indonesia
Setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, undang-undangtentang kewarganegaraandi negara Republik Indonesia
adalah sebagai berikut:a.
Undang-Undang No. 3 tahun 1946 tentang kewargangaraan
Indonesiab.
Undang- Undang No. 2 tahun 1958 tentang penyelesaian Dwi
Kewarganegaraan antaraIndonesia dan RRCc.
Undang-Undang No. 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
Indonesia sebagaiPenyempurnaan Undang-Undang No. 3 tahun 1946d.
Undang-Undang No. 4 tahun 1969 tentang pencabutan UU No. 2
tahun 1958 dan dinyatakantidak berlaku lagie.
Undang-Undang No. 3 tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 UU
No. 62 tahun 1958, danf.
Undang-Undang No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
B.Kedudukan Warga Negara dan Pewarganegaraan
1.Kedudukan
Warga Negara
Kedudukan Warga negara dalam suatu negara sangat pentung statusnya
terkait dengan hak dankewajiban yang dimiliki sebagai warga negara. Karena
perbedaan status/kedudukan sebagai warganegara sangat berpengaruh terhadap hak
dan kewajiban yang dimiliki baik yang mencakup bidangpolitik, ekonomi,
sosial-budaya maupun hankam.
2.Hak
dan Kewajiban Dasar Warga Negara
Hak-hak dan kewajiban dasar sebagai warga negara penting untuk
dipahami dalam pelaksanaandemokrasi yang berdampak pada penyelenggara negara
dan stabilitas politik negara. Sebagai salah satuperwujudan pelaksanaan hak dan
kewajiban warga negara dalam berdemokrasi, setiap warga negaradituntut untuk
menunjukan sikap postif dalam pengembangan nilai-nilai Demokrasi Pancasila yang
mencakup :
a.Melaksanakan hak pilih dan dipilih dalam pemilihan umumb.
Menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
Republik Indonesiac.
Menyukseskan pemilihan umum yang jujur dan
adild.
Melaksanakn GBHN dan ketetapan-ketetapan MPR
lainnyae.
Bermusyawarah
untuk mufakat dalam mengambil keputusan yang menyangkut
kepentingan bersama
Saling mendukung dalam usaha pembelaan negarag.
Saling menghormati kebebasan dalam kehidupan
beragama
B. Persamaan Kedudukan Warga Negara
dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara
1. Makna Persamaan
Persamaan merupakan perwujudan
kehidupan di dalam masyarakat yang saling menghormati dan menghargai orang lain
dengan tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Timbulnya berbagai suasana tidak nyaman dan ketakutan bagi setiap manusia
(masyarakat) disuatu tempat, karena adanya segelintir orang yang mempunyai
keinginan/ kpentingan tertentu dengan cara-cara yang tidak beradab.
Di negara-negara berkembang pada
umunya (termasuk Indonesia), memakai “persamaan hidup” lebih bersifat kultural
karena faktor adat-istiadat dan budaya yang diterapkan secar turun temurun.
Penghormatan dan penghargaan yang tulus masih terasa cukup kuat terutama
pada masyarakat pedesaan. Namun di kota-kota besar pada umumnya dengan
masyarakatnya yang sudah sangat kompleks (heterogen) dan multikultural, tentu
tidak banyak yang diharapkan.
2. Jaminan Persamaan Hidup
(Pendekatan Kultural)
Dalam kehidupan berbangsa Indonesia
secara kultural, jaminan terhadap persamaan hidup telah tertanam melalui adat
dan budaya daerah yang relatif memiliki nilai-nilai yang hampir sama. Beberapa
nilai kulural bangsa Indonesia yang patut kita lestarikan dalam upaya
memberikan jaminan persamaan hidup dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, antara lain :
a. Nilai religius
Realitas kehidupan bangsa Indonesia
sejak zaman nenek moyang hingga sekarang ini sarat dengan nilai–nilai regius,
meskipun disadari bahwa tata cara ritual dan bentuk-bentuk yang disembah
berbeda.
b. Nilai gotong royong
Pada sebagian masyarakat Indonesia,
nilai-nilai gotong royong masih sangat kuat dipertahankan sebagai wujud
kepedulian dan mau membantu sesama.
c. Nilai ramah tanah
Kebiasaan dalam pergaulan hidup yang
mengembangkan sopan santun dan ramah tamah merupakan salah satu ciri khas
bangsa Indonesia yang membedakan dengan bangsa-bangsa lain didunia.
d. Nilai kerelaan
Berkorban dan cinta tanah air Rela
berkorban dan cinta tanah air merupakan wujud ketulusan pengorbanan seseorang
dalam bentuk harta benda maupun nyawa untuk kepentingan harga diri, harkat martabat
bangsa dan negara.
3. Jaminan Persamaan Hidup dalam
Konstitusi Negara
Masa penjajahan yang berlangsung
sejak zaman Belanda (lk. 350 tahun) dan zaman (lk.3,5 tahun) telah membuka mata
seluruh masyarakat dan pemimpin bangsa Indonesia agar mampu menata kehidupan
bangsa yang merdeka dan berdaulat serta sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang
beradab.
Para pendiri negara sangat menyadari
bahwa setelah bangsa Indonesia merdeka, Negara yang akan di bangun adalah
Negara yang berisi masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dengan
keberagaman suku, agama, ras dan golongan dari Sabang sampai Merauke. Oleh
sebab itu, dasar Negarayang menjadi pedoman penyelengaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus mampu mewadahi
kepentingan-kepentingan masyarakat dan bangsa secara keseluruhan.
Mengingat konstruksi yang dibangun
oleh bangsa Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia bersumber
dari keberagaman suku, agama, ras, dan golongan, maka sudah menjadi kewajiban
Negara untuk memberikan “jaminan persamaan hidup” dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jaminan persamaan hidup wrga Negara di
dalam konstitusi Negara, dapat disebutkan antara lain :
a. Pembukaan UUD 1945
Pada alinea pembukaan UUD 1945
disebutkan bawa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusian dan perikeadilan. Kalimat tersebut mengandung makna
adanya pengakuan jaminan persamaan hidup bagi bangsa beradab mana pun di dunia,
karena tak satu pun bangsa yang mau di jajah oleh bangsa lain.
Dalam alinea ke- 4 Pembukaan UUD
1945, dinyatakan: “……….. Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social, …… Kalimat
“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia” . Jadi,
jelaslah bahwa perial jaminan persamaan hidup di Indonesiasecara konstitusional
termaktub di dalam pembukaan UUD 1945. Jaminan persamaan kehidupan telah secara
eksplisit dinyatakan untuk selanjutnya diimplementasikan kedalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Sila-sila Pancasila
Pengakuan jaminan persamaan hidup
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia juga telah
dirumuskan secara fisolofis dalam dasar Negara Pancasila melalui sila-sila
Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Bahwa segala agama dan kepercayaan
yang beradab di Indonesiaterpusat pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu,
makna utama dalam sila pertama ini yaitu adanya pengakuan
persamaan jaminan hidup bagi warga Negara Indonesia untuk beragama dan
melaksanakan ajaran agamanya sesuai dengan keyakinan mesing-masing.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Menunjukan ekspresi bangsa Indonesia
yang mempunyai keinginan kuat bahwa dalam aspek-aspek hubungan antar manusia
adanya jaminan persamaan hidup dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, berdasrkan moralitas yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
Dengan dasar persatuan dan kesatuan
Indonesia, maka setiap bangsa Indonesia mampu meletakan kepentingan diri
sendiri dan golongan.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan
Merupakan keinginan hidup berbangsa
dan bernegara yang demokratis baik dalam arti formal maupun material
berdasarkan dalam permusyawaratn / perwakilan. Ketuhanan Yang Maha Esa dan
moralitas kemanusiaan yang adil dan beradab dengan senantiasa menjunjung tinggi
persatuam dan kesatuan bangsa.
5. Keadilan sosial bagi
seluruhrakyat Indonesia
Dimaksudkan dalam rangka pengaturan
hubungan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur, material maupun spiritual.
c. UUD 1945 dan Peraturan
Perundangan Lainnya
Bila memperhatikan komitmen bangsa
Indonesia dalam penyelenggaraan Negara yang ingin mewujudkan “jaminan persamaan
hidup” dalam kehidupan bermasyarakn, berbangsa, danbernegara, sudah sangat
jelas bahwa hal tersebut ingin segera diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
C. MENGHARGAI PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA
Pancasila, khususnya sila kedua, kemanusiaan
yang adil dan beradab, mengajarkan bahwa manusia mempunyai harkat dan martabat
yang sama . yang di maksud dengan martabat adalah tingkatan harkat,
kemanusiaan, dan kedudukan yang terhormat. Harkat adalah nilai manusia sebagai mahluk Tuhan yang
dibekalil cipta, rasa, karsa.l dan hak-hak kewajiban asasi manusia .
Hak asasi atau hak dasar atau hak pokok
bersifat universal . artinya, hak dasar
ini memiliki oleh setiap manusia dan tidak dapak dipisahkan dari pribadi siapa
pun, dan kapan pun manusia itu berada,.
Dengan demikian setiap warga Negara dituntut kewajibannya , yaitu menghormati
hak asasi orang lain .
Nilai-nilai pluralism adalah nilai-nilai
yang ingin menghapus sekat-sekat primoedialisme dalam pola dan proses interaksi
sosisal manusia dalam kehidupannya .
masyarakat majemuk adalah masyarakat dimna sejumlah etnis dan golongan
hidup secra berdampingan yang sebagian besar berbeda satu dangan yang lain .
nilai-nilai pluralism ini sejalan dengan falsalfah bangsa Indonesia, yaitu
pancasila serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika ,
1.
Penghargaan Terhadap Persamaan
Kedudukan Warga Negara dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara
Bentuk-bentuk penghagaannya antara lain :
a. Menghargai persamaan kedudukan warga
negra dalam bidang politik
1) Mempunyai kesempatan yang sama untuk
mendirikan partai politik
2) Mendapatkan kesempatan yang sama
untuk menjadi pengurus atau anggota partai politik
3) Mendapatkan perlakuan yang sama dalam
memperebutkan jabatan-jabatan politik
4) Mendapatkan perlakuan yang sma untuk
didengar aspirasi politiknya
5) Menggunakan hak pilihnya, baik hak
pilih pasif maupun hak pilih aktif
6) Mengikuti kampanye dalam pemilihan umum sesuai
dengan aspirasinya
7) Membentuk lembaga swadaya masyarakat
sebagai sarana mengkritisi setiap kebijakan pemerintah
8) Memberikan input dalam system
politik, baik berupa dukungan atau penolakan terhadap suatu kebijakan
pemerintah
b. Menghargai persamaan kedudukan warga
Negara dalam bidang ekonomi
1) Mendapatkan kesempatan yang sama
dalam berusaha
2) Mendapatkan kesempatan sama dalam
mengembangkan bisnis
3) Hak yang sama dalam mendirikan badan
usaha swasta
4) Hak yang sama dalam mendapatkan akses
pasar (informasi pasat)
5) Hak yang sama dalam mendapatkan akses
bahan baku
6) Hak yang sama dalam menddapatkan
akses teknologi
7) Hak yang sama dalam mendapatkan akses
sumber modal
8) Hak yang sama dalam mendapatkan pembinaan
usaha bagi UKM
9) Hak yang sama dalam mendapatkan hak
milik bail pribadi atau bersama-sama
10) Hak untuk tidak dirampas hak miliknya
secara sewenang-wenamg
c. Mendapatkan persamaan kedudukan
warga Negara dalam bidang social budaya
1) Hak yang sama dalam mendapatkan
pendidikan
2) Hak yang sama dalam memilih
pendidikan
3) Hak yang sama dalam mengembangkan
bakat dan minat
4) Hak yang sama dalam mengembangkan
kebudayaan
5) Hak yang sama dalam menikmati hasil
kebudataan
6) Hak yang sama dalam mengenbangkan
ilmu pengetahuan
7) Hak yang sama dalam mendapatkan
menfaat dari ilmu pengetahuan
8) Hak yang sama untuk mendapatkan
pekerjaan
9) Hak yang sama untuk mendapatkan penghidupanyang layak
10) Hak yang sama untuk menikmati hasil
kebudayaan
11) Hak yang sama untuk mendapatkan
jaminan social
12) Hak
mendapatkan santunan dalam suatu bencana
13) Hak mendapatkan santunan bagi fakir
miskin dan anak terlantar
d. Mendapatkan persamaan kedudukan dalam
bidang hokum dam pemerintahan
1) Hak mendapatkan perlakuan yang sama
dalam bidang hokum
2) Hak mendapatkan perlindungan hokum
3) Hak mendapatkan kewarganegaraan
4) Hak untuk tidak diperlakukan sacara
diskriminatif
5) Hak untuk tidak dituntut untuk kedua
kali dlam kasus yang sama dalam suatu peradilan pidana
6) Hak mendapatkan kesamaan untuk
menduduki jabatan dipemerintahan
7) Hak mendapatkan kesamaan untuk turut
serta dalam pemarintahan
8) Hak untuk mengajukan atau mengadukan
kepada [emerintah dalam rangka pemerintahan yang bersih dari KKN
e. Mendapatkan hak kebebasan pribadi
1) Hak mengeluarkanmendapat
2) Hak untuk memeluk agama
3) Hak untuk berganti agama
4) Hak untuk manikah atau tidak menikah
5) Hak untuk mendapatkan keturunan
f.
Mendapatkan
perlakuan yang sama dalam proses peradilan
1) Hak mendapatkan peradilan yang
efektif
2) Hak untuk tidak
ditahan,ditangkap,atau diasingkan secara sewenang-wenang
3) Hak mendapatkan pengacara dalam suatu
kasus pidana
4) Hak untuk dianggap tidak bersalah bagi
terdakwa sebelum terbukti kesalahannya di pengadilan
5) Hak untuk mendapatkan keadilan
2. Mengembangkan nilai-nilai kesetaraan
gender
Tidak ada komentar:
Posting Komentar